Mensupport anak kedua yang masuk Taman Kanak-Kanak (TK), Mendampingi dan Memberinya Kepercayaan Diri


Pertama Bersekolah di TK

Riang dan bersemangat sekolah di TK
Sumber: pixabay.com

Tibalah saatnya anak kedua saya mengikuti pendidikan di Taman Kanak-Kanak (TK), kami pun mendaftarkannya di TK kelas nol kecit, tempat bersekolah kakaknya sebelumnya.  Merasa riang, ketika pertama bersekolah, saya mengantarnya ke sekolah sambil menggandeng Zikri yang masih berusia hampir 2 tahun di sisi yang lain.  Di jalan, kami bertemu anak-anak yang sedang bermain bola, sambil menanti bel masuk. 
Sayangnya, salah satu anak SD mengeluarkan kata umpatan, yang sangat jelas kami dengar.  Ternyata, kata umpatan tersebut diingat dan terus diulang oleh Zikri, sampai dengan hampir sebulan lamanya, walau tak ada seorang pun di keluarga yang mengajarkannya!  Wow, ternyata Zikri memiliki kecerdasan bahasa yang baik!  Namun, kata yang cepat diingat, adalah kata yang memiliki konotasi negatif, maka selama sebulan tersebut, sibuklah saya mengalihkan perhatian Zikri, ketika mengucapkan kata tersebut, tanpa bermaksud memarahinya!
Karena menurut sumber yang saya baca, ketika kita memarahi balita untuk sebuah perbuatan atau pun perkataan negatif, maka justru ia akan semakin mengulang kata atau perbuatan tersebut!  Oleh sebab itu, kita harus mengalihkan perhatiannya dengan sesuatu yang menarik perhatiannya, setiap ia melakukan perkataan atau perbuatan tersebut!
Sesampainya di TK, Aulia sibuk bermain bermacam-macam permainan yang ada di halaman TK nya, Zikri juga bermain dan berlari, mengikuti apa yang Aulia lakukan.  Kalau sudah begini, saya ingin tertawa geli rasanya melihat polah lucu kedua bersaudara tersebut!
Aulia adalah anak yang tidak bisa diam, ia terus bergerak, berlari atau pun berjalan.  Ia memiliki rasa ingin tahu yang besar dengan apa yang dikerjakan oleh teman-temannya.  Seringkali temannya merasa terganggu dengan tindakan Aulia, walaupun ia tidak mengganggu mereka.  Kadangkala teman Aulia tersebut memukulnya, ketika ia melihat ke arah pekerjaan temannya.  Dengan reflex, Aulia pun membalas pukulan temannya tersebut. 
Nah, pada saat inilah wali kelas (walas) nya melihat tindakan Aulia yang memukul temannya, sehingga walasnya menganggap Aulia-lah yang mengganggu!

Kejadian yang tak terlupakan di TK dan pendampingan bunda serta tante


Kejadian yang terlupakan di TK
Sumber: pixabay.com

Satu kejadian yang tak terlupakan, adalah saat suatu pagi sebelum masuk sekolah, anak-anak sedang sibuk bermain, tante Aulia yang mengantarnya mendengar seorang ibu sedang marah-marah.  Terkejut dan penasaran, tantenya pergi ke arah suara.  Ternyata, Aulia sedang berdiri dengan tegang di tembok, sambil memandang takut kepada seorang ibu yang sedang memarahinya!  Ibu tersebut menunjuk-menunjuk kepada anak saya yang terpaku ketakutan di tembok kelasnya! 
Tante Aulia dengan sigap menghampiri Aulia dan menariknya menjauh dari ibu tersebut, dengan berseru,”Eh, apa-apaan ini, kok marah-marah ke anak orang?”
Ibu tersebut menjawab pertanyaan tante Aulia, sambil bergegas pergi,”Habis, dia nakal!”
Adik saya sangat marah melihat kejadian tersebut, ibu anak-anak lainnya ada yang menimpali,”Dia lagi stress masalah rumah tangga!”
Dengan kesal adik saya menungkas,”Kalau ada masalah rumah tangga, jangan dilampiaskan ke anak orang lain, dong!”
Ketika saya pulang bekerja, adik saya pun menceritakan peristiwa yang menimpa Aulia kepada saya.  Namun, Aulia kecil tidak menceritakan sedikitpun tentang peristiwa itu kepada saya.  Ternyata anak ibu tersebut adalah anak yang suka saya perhatikan ketika ke TK, ia memiliki badan yang lebih tinggi dan besar daripada anak seusianya.  Dia suka menabrakkan diri ke temannya tanpa merasa bersalah, aduh terbayang, kan, kalau ditabrak anak yang lebih besar dari kita?
Esok harinya, pagi-pagi sekali saya menemui kepalasekolah di ruangannya, seorang wanita muda yang ramah, Dwi namanya,”Assalamu’alaykum Bu Dwi.”
“Wa’alaykumsalam, Bu,” jawabnya dengan ramah.
Segera saya perkenalkan diri,”Saya mamanya Aulia, Bu.”
“Ada yang bisa dibantu, Bu?” tanya ibu Dwi kembali.
Segera disampaikan maksud kedatangan kepadanya,”Bu, kemarin ada ibu yang memarahi Aulia.  Kasihan sekali, dia sampai ketakutan!  Mengapa bisa begitu?  Bukankah kalau ada masalah, pihak sekolah yang harus mengatasinya?” rentetan kalimat pun tak terhentikan terlontar dari mulut saya.  
“Saya titipkan anak saya di TK ini untuk dididik, bukan untuk dimarahi oleh orang lain seenaknya,” rentetan kalimat selanjutnya pun terlontar kembali dari mulut saya, yang semalaman merasa kesal atas perlakuan ibu tersebut kepada Aulia!
Saya memberi penekanan pada kata ‘mendidik’, kepada ibu Dwi.
Ibu Dwi pun menjawab,”Maaf Bu, ternyata ibu tersebut sedang stress dengan permasalahan rumah tangganya.  Tetapi, kami akan segera selesaikan permasalahan ini, maaf atas ketidaknyamanan putra ibu.”
“Oke, Bu, tolong jaga kepercayaan saya kepada TK ini, terimakasih.”
Saya pun meninggalkan TK dan segera menuju ke kantor.
Hari Sabtu minggu tersebut, ketika menjemput Aulia di TK nya, sempat bertemu pandang dengan ibu tersebut, saya hanya memperhatikannya dan berbicara dalam hati,”Kasihan juga ya dengan ibu tersebut, tetapi kesal juga, karena perlakuannya kepada Aulia.”
Saya bukanlah tipe ibu yang suka ribut dengan orang lain, tetapi jangan coba-coba ganggu anak saya!  Akan saya lindungi mereka, seperti ibu harimau melindungi anak-anaknya! Auuuummmm!

Cerita tentang peristiwa tersebut 14 tahun kemudian!

Ternyata 14 tahun kemudian, ketika saya menceritakan peristiwa tersebut kembali sebagai kenangan.  Barulah Aulia bercerita hal sebenarnya, anak tersebut memang memukul Aulia, namun karena ia bertubuh lebih kecil, maka ia pun menggigitnya, sehingga ibu tersebut marah.  Namun, ia juga harus tahu bukan, bahwa sang anak yang memulai peristiwa tersebut, bukan?  Saya hanya menggeleng-geleng kepala mendengar cerita Aulia tersebut.
Satu pertanyaan saya sampaikan,”Mengapa tidak melaporkan peristiwa ibu yang marah-marah tersebut kepada Bunda?”
Jawabnya,”Takut dimarahi.”
Tidak terbayangkan, kalau tidak ada adik saya yang menyaksikan peristiwa tersebut, mungkin Aulia akan terus-menerus diperlakukan seperti itu?  Hal ini akan berakibat buruk terhadap kejiwaannya di kemudian hari, berakibat terhadap ketidak percayaan terhadap diri sendiri, minder, takut.  Kasihan sekali anak yang menderita seperti itu.  Sementara kita sebagai orang tua sudah menitipkan anak-anak untuk dididik, diberikan kepercayaan diri, berani, bertanggung jawab, dan lain-lain.

Kenali keistimewaan, selain kekurangan anak!

Aulia adalah anak yang sulit fokus, lebih senang berlari, berjalan kian kemari, dia lebih senang bergerak, karena dia memang anak kinestetis.  Khusus untuk Aulia, saya sempat mendatangkan beberapa guru les untuk mendampinginya belajar.  Dia hanya bisa konsentrasi belajar 5 menit, kemudian lari lagi, belajar lagi 5 menit, kemudian berjalan lagi kian kemari.  Seorang guru les, ibu Yuli sampai khusus membawakannya hadiah-hadiah, seperti permen, mainan, agar ia mau duduk tenang belajar.
Namun, walaupun begitu Aulia anak yang cerdas dan istimewa.  Ia suka mengamati kejadian di alam, senang bertanya tentang kejadian-kejadian di alam, dan akan terus bertanya sampai tuntas terjawab!  Dia hanya perlu sekali pergi ke suatu tempat, dan akan langsung hafal arah menuju tempat tersebut, kalau saya, sih, perlu berkali-kali pergi, agar hafal arah!
Satu hari Aulia bersama ayah dan kakak serta adiknya pergi ke rumah nenek di daerah Tebet dengan Taxi.  Sambil terus berceloteh bersama ke-2 saudaranya, ia terus memperhatikan daerah di sebelah kanan dan kiri jalan, kemudian ia pun dengan serius berbisik kepada ayahnya.
Apa yang dibisikkannya, penasaran, kan?
“Ayah, kita diculik ya sama Taksi?” bisiknya dengan suara perlahan.
“Kok, diculik?” tanya ayahnya kembali.
“Iya, jalannya beda dengan jalan yang biasa kita lewati, yah,” dengan yakin Aulia menguraikan alasannya.
Dengan tersenyum dan geleng-geleng kepala, ayahnya pun menjawab,”Tidak, Nak, kita tidak diculik.  Kita cuma lewat jalan yang berbeda menuju ke rumah nenek!” tukas ayahnya.
‘O, begitu ya, yah?” Aulia menegaskan pertanyaannya diiringi mimik percaya diri nan lucunya.
Berarti dengan begitu, pada usia 5 tahun, Aulia telah mengingat persis jalan yang dilewati menuju rumah neneknya di Tebet dari arah Perumnas Klender, bukan?  Alhamdulillah hal ini merupakan salah satu bukti kecerdasannya!




No comments:

Post a Comment