Pindah Rumah dan Pindah Sekolah yang Kedua Kali, serta Permasalahan yang Menyertainya


Pindah rumah kembali kedua kalinya


Pindah rumah kembali
Sumber: F. Muhammad, pixabay.com

Setelah wafatnya ayah dari suami pada tahun 2006, dan semakin menurunnya kesehatan ibu mertua, maka pada tahun 2012, keluarga suami memutuskan ibu akan dirawat oleh kakak ipar, dan rumah akan dijual.  Oleh sebab itu, kami harus segera pindah rumah kembali.  Pilihan kami, adalah kembali tinggal di daerah Jakarta Timur, di dekat rumah orang tua saya, karena wilayah tersebut memiliki akses transportasi yang lengkap.  Dekat dengan halte Trans Jakarta, stasiun kereta api, ada alternatif angkutan kota, serta dekat pula dengan pasar!
Kembali kami harus mengurus perpindahan sekolah, dari Jakarta Selatan ke Jakarta Timur!  Jauh hari sebelum pindah, kami telah memberitahukan rencana kepindahan ini, berikut alasan mengapa harus pindah.  Banyak pertanyaan yang mereka lontarkan tentang rencana kepindahan ini, khususnya dari Aulia dan Zikri, yang kami jawab dengan jawaban yang sederhana dan jelas sesuai pemahaman mereka.
Urut-urutan pengurusan surat pindah sekolah dari surat pindah SD di Tebet, ke suku dinas Jakarta Selatan, dinas pendidikan Jakarta, baru kemudian ke SD yang dituju.  Kali ini, hanya Aulia dan Zikri yang pindah sekolah, karena Rahmi sudah bersekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Berstandar Internasional di Jakarta Timur, setahun sebelumnya.  Karena pada saat Rahmi akan masuk SMP, sudah ada rencana tentang penjualan rumah ibu mertua, sehingga langsung saja kami daftarkan Rahmi di sekolah ini.
Kami membeli rumah berjarak beberapa meter dari rumah ibu saya.  Hal ini agar memudahkan kami untuk menitipkan anak-anak sepulang sekolah ke ibu saya. 

Masa adaptasi dengan teman-teman di sekolah baru

Ketika pindah ke SD yang baru inilah, terjadi beberapa peristiwa yang menandakan bahwa Zikri merasa tak nyaman bersekolah di SD-nya dan ia kurang mampu beradaptasi di lingkungannya.  Dalam dua minggu pertama bersekolah, ia beberapa kali bolos sekolah, padahal dari rumah sudah rapi dan berangkat sekolah, ketika saya pergi bekerja!  Aduh, saya jadi waswas, kemana Zikri, kalau tidak bersekolah? 
Saya tahu hal tersebut, karena dipanggil oleh guru wali kelasnya.  Ketika saya menemui gurunya tersebut, maka Zikri pun ikut dipanggil menemui kami.  Ternyata Zikri tidak betah di kelasnya, karena teman-temannya berbicara kasar dan kotor, serta suka merendahkan dirinya, ia di-bully!   Setelah tahu permasalahannya, maka gurunya pun menyetujui untuk meng-clearkan masalah dengan teman-teman Zikri tersebut.  Memang, berbeda dengan teman-temannya di sekolah sebelumnya yang lebih sopan dan tak pernah berkata kasar maupun kotor, maka Zikri dan Aulia kaget dengan kenyataan tersebut!

Membekali anak-anak dengan kemampuan bela diri dan menghadapi bully

Mereka berdua pun sepakat untuk bolos sekolah dan membawa baju ganti sebelumnya dari rumah (cerdas bukan?).  Kesepakatan ini, bahkan baru saya ketahui setelah 8 tahun berlalu!   Saya hanya tahu Zikri yang bolos sekolah!  Beberapa kali Zikri dijahili oleh teman-temannya, dan saya pun rajin menemui wali kelasnya untuk meluruskan permasalahan.  Akhirnya ada guru yang memperingatkan saya, agar jangan sering-sering mengadu ke wali kelas!  
Saya hanya diam mendengar perkataan guru wanita tersebut, tetapi saya berjanji, akan menyuruh Zikri belajar bela diri, agar bisa membela diri sendiri dari gangguan teman-temannya!
Setelah saat itu, ketika Zikri mengadu tentang teman-teman yang membully-nya, saya pun bilang kepadanya,”Balas saja perbuatan temanmu.  Kamu harus mampu membela diri, Nak!  Kamu kan laki-laki!”  Memang sepertinya pendidikan yang kurang baik, tetapi memang anak-anak juga harus mampu membela diri mereka sendiri untuk menunjukkan wibawa dan harga diri mereka sendiri, bukan?
Aulia dan Zikri meminta kakak ayahnya untuk mengajarkan ilmu bela diri kepada mereka.  Akhirnya, teman-teman mereka pun mulai segan kepada mereka, setelah mereka mampu membela diri terhadap perbuatan teman-temannya!

Mewabahnya warung internet (warnet) dan game online!

Memasuki tahun 2012, warung internet (warnet) mewabah di lingkungan kami, Aulia dan Zikri pun ikut tergila-gila dengan game online di warnet.   Ada sekitar 5 warnet di sekeliling rumah kami!  Bahkan mereka rela tak jajan, demi main game online! 
Wali kelas V Aulia, ibu Agus, bahkan sampai melakukan razia ke warnet di dekat rumah kami, beliau pun membawa Aulia yang sedang bermain game online dan bolos sekolah ke rumah ibu saya!  Aulia dan Zikri semakin larut dengan game online mereka.  Beberapa kali saya mendapati mereka di warung internet yang berbeda!
Satu keuntungan mereka, di rumah mereka sudah mendapatkan uang jajan dari kami, di rumah neneknya, mereka pun minta uang jajan ke nenek dan tantenya, dan semuanya dihabiskan untuk game online!  Aduh pusing kepala kami dengan perilaku mereka, bolos sekolah, nongkrong di taman, dan bermain game online.
Akhirnya saya, nenek, dan tantenya bersepakat, bahwa Aulia dan Zikri hanya diberikan uang jajan tambahan oleh nenek dan tantenya, jika membantu menyapu atau mengepel rumah neneknya.  Toh, mereka sudah saya berikan uang jajan, bukan?  Jadi, mereka harus memberikan effort atau usaha untuk mendapatkan uang tambahan, bukan?
Bagi Aulia dan Zikri, tak masalah menyapu atau pun mengepel, asalkan mendapatkan uang tambahan untuk bermain game online!





1 comment:

  1. Saya pindah rumah karena pulang ke kampung halaman setelah pabrik tempat suami bekerja bangkrut. Anak saya nampak asik asik saja karena lebih dekat dengan neneknya.
    Yang paling sulit beradaptasi justru saya karena harus buka usaha dari nol :)

    ReplyDelete