Waktu berlalu, anak-anak pun kian
bertumbuh. Genaplah Rahmi berusia 3
tahun, belajar di rumah, sepertinya sudah cukup memadai pada usianya. Kami, saya dan suami, fikir sudah saatnya
Rahmi mulai bersosialisasi. Bukan target
menjadi anak terpintar yang kami cari, tetapi mengingat Rahmi sangat pemalu dan
agak sulit dalam bersosialisasi dengan orang baru. Maka, kami pun memasukkannya ke sebuah TamanPendidikan Al Qur’an (TPA) Al Furqan dekat rumah.
Saatnya bersekolah di Taman Pendidikan Al Qur’an (TPA)
Kami ingin Rahmi dapat mengenal dan bergaul
dengan teman-teman sebayanya. Bagi kami,
bersosialisasi merupakan hal yang penting bagi anak-anak seusia Rahmi, sehingga
pada saat mengikuti pendidikan selanjutnya, ia tidak akan mengalami kesulitan
yang berarti. Di TPA ia juga mempelajari tentang karakter cinta Tuhan, kemandirian, tanggung jawab, kepercayaan diri, serta kerjasama.
Hari pertama di TPA bersama Aulia
Di hari pertamanya bersekolah di TPA Al
Furqan, Rahmi bersemangat pergi bersekolah.
Saya mengantarnya ke sekolah sambil menggendong adiknya, Aulia yang baru
berusia 2 tahun. Rahmi semangat ke
sekolah, karena diantar oleh bunda dan Aulia.
Sedangkan Aulia semangat mengantar ke sekolah, karena bisa bermain di
TPA kakaknya!
Saya tidak merasakan kesulitan pada hari
pertama sekolahnya Rahmi, karena anak-anak sudah dibiasakan bangun pagi sejak
bayi, setelah kami, orangtuanya mandi dan shalat Subuh. Hal ini berdasarkan pengalaman saya, ketika
kecil dan tidak ingin hal itu terjadi.
Pada saat itu saya melihat adik sepupu yang terbiasa bangun siang,
membuat ibunya repot membangunkan. Ia terus menerus menangis, walaupun telah
mengenakan seragam sekolah, karena kesal dibangunkan pada pagi hari! Ketika melihat hal itu, saya berjanji dalam
hati, hal itu tidak terjadi pada keluarga saya kelak!
Terbiasa bangun pagi dan shalat Subuh
setelahnya, membuat anak-anak tidak kaget ketika harus bepergian pada pagi
hari, bahkan ketika harus bersekolah!
Baik Rahmi maupun Aulia sangat bersemangat bangun di pagi hari, walaupun
berbeda tujuan, he he he. Rahmi anak
yang mandiri, setelah mandi, shalat Subuh, ia pun saya bantu mengenakkan baju
untuk sekolah.
Sementara saya memandikan dan mempersiapkan Aulia,
Rahmi akan menyantap sarapan pagi dan menyuap makanannya sendiri, berupa nasi,
lauk, dan sayur, tanpa banyak cakap. Dan
hebatnya, ia menghabiskan makanannya sendiri tanpa diawasi! Hebat untuk anak usia 3 tahun
Setelah Aulia rapi, saya membantu Rahmi
menyiapkan bekal makanannya, berupa roti atau pun snack, berikut air minum di botol
yang ia bawa ke TPA. Rahmi sangat ceria
berangkat bersama adiknya!
Sesampai di sekolah, Rahmi kembali pada
kebiasaannya, wajahnya tanpa ekspresi, dia hanya memperhatikan teman-temannya
bermain dan berlari-larian di TPA. Rahmi
lebih suka duduk dekat guru/ustazahnya.
Ketika belajar mengaji, dia lebih memilih menunggu giliran, sambil duduk
dekat ustazahnya, sementara teman-temannya yang lain sibuk mengobrol atau pun
berlari-larian. Namun, begitu dia
mengaji dengan lancer, Alhamdulillah…
Pada saat istirahat, Rahmi akan duduk dengan
tenang di bangkunya, dan menghabiskan bekal makanan yang dibawa. Hmm… jadi ingat ketika saya sekolah di Taman
Kanak-Kanak, sementara teman-teman yang lain sibuk bermain dan berlari-larian,
saya akan sibuk sendiri dengan mainan atau kegiatan yang dipilih. Jadi, tak heran dengan sikap Rahmi yang
seperti itu, saya pun dulu bersikap seperti itu, tidak suka aktivitas
berlari-larian, lebih suka beraktivitas sendiri, seperti bermain boneka, main
ulek-ulekan sendiri.
Walau bagaimanapun kami orang tuanya tetap
berusaha melibatkan teman Rahmi, dengan menanyakan teman-teman di kelasnya,
walaupun tidak mendapatkan respon yang cukup.
Rahmi suka bernyanyi, mewarnai, belajar menulis, maupun berhitung. Saya kerap mengajarkan Rahmi dan Aulia dengan
berbagai lagu anak-anak yang layak bagi usianya, selain mengenalkan lagu Bahasa
Indonesia, juga mengenalkan lagu Bahasa Inggris. Mereka pun ikut bernyanyi dengan antusias dan
ceria sambil bergaya masing-masing!
Aulia kerapkali mengganggu Rahmi yang asyik
dengan buku dan crayonnya, untuk itu saya membelikannya pula buku mewarnai
dengan gambar yang sesuai untuk anak laki-laki.
Tetapi, berbeda dengan Rahmi yang dapat lebih lama bertahan dengan
pekerjaan yang dilakukan, Aulia lebih senang berlari-larian, kemudian
menjatuhkan barang-barang yang ada di sekitarnya. Hal ini membuat rumah seringkali berantakan. O, iya, sejak Aulia berusia 3 bulan kami
tinggal di rumah mami saya, karena mami selalu khawatir dengan anak-anak,
ketika saya dan suami bekerja.
Mami (ibu saya) yang hanya memiliki 4 anak perempuan,
agak kaget ketika menjaga Aulia.
Menurut beliau,”O, begini ya kalau punya anak
laki-laki (rumah jadi berantakan)!” Hal ini dikatakan, sambil menggeleng-gelengkan
kepalanya, karena hampir setiap barang dijatuhkan dan disebar oleh Aulia! Sabar ya Mami! Mainan mobil-mobilan, truk dan tanknya di
susun dari satu sisi rumah menyeberang ke sisi rumah lainnya. Berantakan,
bukan?
Selalu menyantap makanan sampai habis, tidak bersisa
Ketika saya dan suami bekerja, maka Rahmi
diantar oleh neneknya atau tantenya ke sekolah.
Karena Rahmi selalu menyantap makanan bekalnya dengan tertib, maka salah
satu ibu yang mengantar puteranya ke TPA tersebut menyatakan kekagumannya.
“Wah, Rahmi pintar ya, selalu menghabiskan
bekalnya sampai habis, tidak sambil berlari-lari!” ujarnya.
“Alhamdulillah”, jawab saya, ketika
mengantarkan Rahmi ke TPA.
Bukan hanya menghabiskan roti atau snack,
Rahmi pun mampu menghabiskan nasi rames pakai rendang yang terkenal pedas,
dengan menyuap sendiri pada usia 3 tahun, lho!
Nasi dan lauk pauk yang dimakan, tidak berantakan pula! Hal ini terjadi, ketika saya mengajak Rahmi
ikut bekerja di hari Minggu, ketika itu saya bertugas mengawasi kelas para
karyawan Bank Negara Indonesia (BNI) yang sedang kuliah.
Ketika Rahmi sedang menyuap nasi rames pakai rendang,
seorang mahasiswi mendekati dan memperhatikan cara menyuap makanannya yang
lucu, dan tidak berantakan. Iya, Rahmi
menyuap makanan dengan tangannya sendiri!
Ketika mahasiswi tersebut mendekatinya, ia pun dengan ‘cuek’ melanjutkan
aktivitas makannya sampai selesai! Mahasiswi
tersebut geleng-geleng kepala menyaksikan hal tersebut, sambil menahan
senyumnya.
Namun, begitu Rahmi tetap sulit diajak
berkomunikasi oleh orang baru. Suatu
kali teman kerja saya berusaha mengajak mengobrol Rahmi, setelah sekitar 2,5
jam, barulah ia menanggapi obrolan teman saya tersebut! Itupun dengan bantuan saya, agar Rahmi
menanggapi godaan dan obrolannya! Wow,
banget, bukan?
Namun, begitu, Rahmi tetap senang dan
bersemangat diajak ke kantor saya, kalau sedang memungkinkan, lho! Sambil menunggu saya bekerja, ia akan
mewarnai, memnjam komputer (kalau sedang tidak digunakan), atau pun sekedar
mendengarkan musik. Mungkin baginya,
ikut bunda ke kantor, merupakan salah satu jenis rekreasi, he he he.
Setelah dari kantor, saya akan membelikannya
kue kesukaannya yang akan dimakan di perjalanan pulang nanti. Atau juga saya akan membekalinya dengan kue
maupun snack kesukaannya yang akan dimakan selama perjalanan pergi dan pulang
kantor, serta selama menanti saya bekerja.
Bukan saya saja yang suka mengajak Rahmi, jika
bekerja di waktu luang. Neneknya, mami
saya, juga senang mengajak Rahmi jika pergi ke rumah temannya untuk
arisan. Rahmi pun selalu senang ikut berpergian,
walaupun tidak banyak bicara.
Sekali-kali akan keluar untaian kalimat, cerita tentang pengalamannya
bepergian kepada ayahnya. Ya, Rahmi suka
menceritakan pengalamannya kepada ayahnya.
Ayahnya adalah sosok terganteng, sosok hero di dalam hidupnya, tempat bercerita baginya!
No comments:
Post a Comment