Tahukah kalian, Guys, bahwa perempuan-perempuan di nusantara ini banyak yang perkasa sejak dahulu kala dan mereka memegang peranan penting dan berpengaruh di masyarakat. Sebelumnya, sudah dibahas tentang sultanah-sultanah perkasa, kali ini saya akan mengajak teman-teman membahas tentang perempuan-perempuan perkasa Aceh.
Baca juga: Kisah Sultanah-Sultanah Perkasa Aceh
Baca juga: Kisah Sultanah-Sultanah Perkasa Aceh
Wow, perempuan perkasa, apakah mungkin ada di dunia nyata, bukan hanya Cat Woman dan Super Woman yang hanya ada di film-film legendaris? Ya, mungkinlah, berikut ini akan diuraikan tentang apa yang dilakukan dan siapa saja, sih, perempuan-perempuan perkasa Aceh tersebut?
Perempuan yang Perkasa di Laut, Laksamana Malahayati
Laksamana Malahayati Sumber: Tirto.id |
Nama Malahayati, laksamana pertama di dunia pelayaran modern, karena jasa-jasanya, diabadikan di kapal perang jenis Perusak Kawal Berpeluru Kendali Kelas Fatahillah milik TNI AL.
Laksamana Malahayati dengan mengepalai 100 armada kapal diturunkan oleh Sultan Alauddin Riayat Syah (1589-1604) untuk mengendalikan permasalahan yang terjadi di laut. Pada tanggal 21 Juni 1599, dua bersaudara pedagang dari Belanda, Cornelis de Houtman dan Frerijk de Houtman mendirikan sebuah loji untuk berdagang di Banda Aceh, dengan kedatangan mereka, terjadi juga pembajakan-pembajakan. Oleh sebab itu, terjadilah pertempuran-pertempuran antara armada pimpinan Laksamana Malahayati dengan kapal-kapal dagang Belanda.
Laksamana perempuan ini, ditinggal wafat suaminya, seorang laksamana laut nan gagah perkasa yang gugur saat mempertahankan laut Aceh dari gempuran armada Portugis di Selat Malaka.
Pertempuran dengan armada dagang bersenjata Belanda mengakibatkan membuat jatuh korban di kedua belah pihak. Dan peristiwa itu menyulut kemarahan perempuan Aceh yang suaminya wafat di pertempuran itu. Mereka meminta Malahayati memimpin mereka dalam sebuah pasukan dengan nama Armada Inong Bale, wow, mereka perempuan yang perkasa, bukan?
Armada Inong Bale pimpinan Malahayati mengejar dan menyerbu kapal-kapal Belanda, serta mengusir mereka dari Laut Aceh Darussalam, perbuatan yang perkasa, bukan? Sesudah berhasil mengusir armada dagang Belanda tersebut, pada tanggal 11 September 1599 merekapun menyerbu loji milik de Houtman bersaudara. Serbuan ini mengakibatkan kematian Cornelis de Houtman dan anak buahnya dan loji merekapun hancur lebur, sedangkan Frederjk de Houtman ditawan dan dijebloskan ke penjara Kerajaan Aceh.
Setelah de houtman bersaudara, Paulus Van Carden juga mencoba untuk menerobos perairan Aceh pada tahun 1600 dengan melakukan penjarahan dan penenggalaman kapal-kapal yang bermuatan rempah-rempah. Invasi oleh Van Carden.dibalas dengan penangkapan Laksamana Belanda, Jacob Van Neck tahun 1601. Perlawanan armada laksamana Aceh ini membuat Van Carden dan anak buahnya menyerah, Maurits Van Orange, Raja Belanda, mengirim dua orang utusan diplomatik dan surat permintaan maaf kepada Kerajaan Aceh.
Laksamana yang perkasa ini sendiri yang menemui kedua utusan tersebut dan menghasilkan kesepakatan untuk melakukan gencatan senjata dan pembayaran kompensasi sebesar 50.000 gulden. Kompensasi tersebut dibayarkan, karena invasi Paulus Van Carden dan Malahayati pun membebaskan beberapa tahanan Belanda yang ditawan oleh pasukannya.
Reputasi Malahayati yang tersebar sampai Eropa, Arab, Portugis, dan Cina, membuat gentar Inggris. Ratu Elizabeth lebih memilih meminta izin kepada Sultan Aceh, lewat surat yang dibawa oleh James Lancaster, agar membuka jalur pelayaran ke Jawa pada tahun 1602.
Setelah peristiwa ini Sultan Alauddin Riayat memberikan kewenangan kepada Malahayati sebagai Laksamana Tertinggi Laut Aceh mengepalai seluruh armada laut Aceh, termasuk armada pasukan elit, Armada Inong Bale.
Laksamana Malahayati bersama Armada Inong Bale memimpin benteng di Kreung Raya atau sungai besar di Aceh. Malahayati gugur ketika bertempur melawan pasukan Portugis di Perairan Selat Malaka. Laksamana pertama di dunia pelayaran modern ini dimakamkan di lereng Bukit Lamkuta, Banda Aceh.
Laksamana Malahayati dengan mengepalai 100 armada kapal diturunkan oleh Sultan Alauddin Riayat Syah (1589-1604) untuk mengendalikan permasalahan yang terjadi di laut. Pada tanggal 21 Juni 1599, dua bersaudara pedagang dari Belanda, Cornelis de Houtman dan Frerijk de Houtman mendirikan sebuah loji untuk berdagang di Banda Aceh, dengan kedatangan mereka, terjadi juga pembajakan-pembajakan. Oleh sebab itu, terjadilah pertempuran-pertempuran antara armada pimpinan Laksamana Malahayati dengan kapal-kapal dagang Belanda.
Laksamana perempuan ini, ditinggal wafat suaminya, seorang laksamana laut nan gagah perkasa yang gugur saat mempertahankan laut Aceh dari gempuran armada Portugis di Selat Malaka.
Pertempuran dengan armada dagang bersenjata Belanda mengakibatkan membuat jatuh korban di kedua belah pihak. Dan peristiwa itu menyulut kemarahan perempuan Aceh yang suaminya wafat di pertempuran itu. Mereka meminta Malahayati memimpin mereka dalam sebuah pasukan dengan nama Armada Inong Bale, wow, mereka perempuan yang perkasa, bukan?
Armada Inong Bale pimpinan Malahayati mengejar dan menyerbu kapal-kapal Belanda, serta mengusir mereka dari Laut Aceh Darussalam, perbuatan yang perkasa, bukan? Sesudah berhasil mengusir armada dagang Belanda tersebut, pada tanggal 11 September 1599 merekapun menyerbu loji milik de Houtman bersaudara. Serbuan ini mengakibatkan kematian Cornelis de Houtman dan anak buahnya dan loji merekapun hancur lebur, sedangkan Frederjk de Houtman ditawan dan dijebloskan ke penjara Kerajaan Aceh.
Setelah de houtman bersaudara, Paulus Van Carden juga mencoba untuk menerobos perairan Aceh pada tahun 1600 dengan melakukan penjarahan dan penenggalaman kapal-kapal yang bermuatan rempah-rempah. Invasi oleh Van Carden.dibalas dengan penangkapan Laksamana Belanda, Jacob Van Neck tahun 1601. Perlawanan armada laksamana Aceh ini membuat Van Carden dan anak buahnya menyerah, Maurits Van Orange, Raja Belanda, mengirim dua orang utusan diplomatik dan surat permintaan maaf kepada Kerajaan Aceh.
Laksamana yang perkasa ini sendiri yang menemui kedua utusan tersebut dan menghasilkan kesepakatan untuk melakukan gencatan senjata dan pembayaran kompensasi sebesar 50.000 gulden. Kompensasi tersebut dibayarkan, karena invasi Paulus Van Carden dan Malahayati pun membebaskan beberapa tahanan Belanda yang ditawan oleh pasukannya.
Reputasi Malahayati yang tersebar sampai Eropa, Arab, Portugis, dan Cina, membuat gentar Inggris. Ratu Elizabeth lebih memilih meminta izin kepada Sultan Aceh, lewat surat yang dibawa oleh James Lancaster, agar membuka jalur pelayaran ke Jawa pada tahun 1602.
Setelah peristiwa ini Sultan Alauddin Riayat memberikan kewenangan kepada Malahayati sebagai Laksamana Tertinggi Laut Aceh mengepalai seluruh armada laut Aceh, termasuk armada pasukan elit, Armada Inong Bale.
Laksamana Malahayati bersama Armada Inong Bale memimpin benteng di Kreung Raya atau sungai besar di Aceh. Malahayati gugur ketika bertempur melawan pasukan Portugis di Perairan Selat Malaka. Laksamana pertama di dunia pelayaran modern ini dimakamkan di lereng Bukit Lamkuta, Banda Aceh.
Cut Nyak Dhien, Sang Ratu Perang
Cut Nyak Dhien ketika ditawan Belanda tahun 1905 Sumber: Kafil Yamin, moeflich.wordpress.com |
Tokoh perempuan pejuang Aceh berikutnya adalah Cut Nyak Dhien. Beliau adalah putri dari Teuku Nanta Setia Raja seorang Uleebalang VI Mukim. Teuku Nanta Setia keturunan dari Machmoed Sati, perantau dari Minangkabau.
Pahlawan nasional dari Aceh ini lahir di Lampadang, Kerajaan Aceh pada tahun 1848 berjuang melawan Belanda setelah suaminya, Ibrahim Lamnga tewas pada saat Perang Aceh di Gle Tarum pada tanggal 29 Juni 1878.
Teuku Umar, tokoh yang juga melawan Belanda melamar Cut Nyak Dhien. Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak, akan tetapi ketika Teuku Umar membolehkannya ikut berjuang di medan perang, ia pun setuju untuk menikah. Mereka menikah pada tahun 1880 dan dikaruniai seorang putri, Cut Gambang.
Cut Nyak Dhien berjuang bahu-membahu bersama Teuku Umar di medan juang. Teuku Umar gugur pada saat menyerang Meulaboh tanggal 11 Februari 1899. Sejak saat itu Cut Nyak Dhien berjuang sendirian bergerilaya dari hutan ke hutan di pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya.
Pada tahun 1905 Cut Nyak Dhien ditawan Belanda, saat itu beliau sudah tua, memiliki encok dan rabun, beliau dibawa ke Banda Aceh dan akhirnya dibuang ke Sumedang. Namun di Sumedang, beliau yang namanya tidak dikenal oleh penduduk sekitar masih mengajarkan anak-anak sekitar belajar mengaji dan kemudian wafat pada tanggal 6 November 1908. Cut Nyak Dhien, sang Ratu Perang (seperti yang dituliskan oleh M.H. Skelely Lulofs dalam bukunya 'Cut Nyak Dhien: Kisah Ratu Perang Aceh, 2007) dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang.
Nama Cut Nyak Dhien diabadikan pada KRI (Kapal Republik Indonesia), kapal perang Korvet Kelas Parchim. Kapal ini didesain guna perang anti kapal selam di perairan dangkal dan dibeli dari Jerman Timur pada tahun 1993.
Pocut Fatimah, Perisai Suami Terkasih
Pocut Fatimah adalah perempuan perkasa Aceh, putri ulama besar Aceh, Teuku Khatim, yang dikenal dengan Teuku Chik Mata Ie.
Pocut Fatimah dididik oleh ayahnya dengan cara yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, teladan mulim dan muslimah. Dia barsuamikan seorang ulama besar, Teungku di Barat, mereka sahabat dan kawan seperjuangan di medan jihad bersama Pang Nanggroe dan Cut Meutia yang telah syahid mendahului untuk membela tanah Aceh dari serbuan Belanda.
Benteng terakhir Cutpo Fatimah dan Teungku di Barat diserbu oleh Belanda pada tanggal 22 Februari 1912. Pasukan Belanda yang dipimpin oleh H. Behrens tiga kali lipat dari pada pasukan pimpinan Pocut Fatimah dan Teungku di Barat di Gunung Panjang Lhoksukon, Aceh Utara.
Tidak pelak lagi, pertemuan kedua pasukan tersebut, menghasilkan pertempuran yang besar. Sepasang suami istri tersebut hidup bersama di jalan Allah dan berjuang bersama di jalan Allah. Di tengah berkobarnya pertempuran dan desingan peluru, Teungku di Barat terkepung serdadu Belanda, suami terkasih Pocut Fatimah pun tertembus peluru.
Tidak berfikir panjang, Pocut Fatimah melindungi suami tercinta, dengan menjadikan tubuhnya sebagai perisai hidup, menahan semua peluru yang ditujukan kepada suaminya. Pocut Fatimah menghembuskan nafas bersama dengan suaminya, hidup bersama, berjuang bersama di jalan Allah dan wafatpun berdua, sebuah kematian yang indah.
Dari cerita diatas, maka kita tahu berapa perkasanya mereka, para pejuang perempuan dan laki-laki bersama-sama mempertahankan tanah darahnya dari serbuan asing. Mereka bersimbah darah mempertahankan tanah tumpah darah kita. Pertanyaannya, seberapa perkasakah kita membangun dan menjaga keutuhan negara dan bangsa yang kita cintai ini? Jawabannya tolong diisi di komentar ya, Guys...


Dahulu saya sangat senang belajar sejarah, dari perjuangan jaman dulu yang sangat kejam dengan penuh darah demi negara indonesia. Tetapi setelah saya baca artikel ini saya jadi lebih tau tidak hanya laki-laki saja yang berjuang namun perempuan pun ikut serta. yang sangat saya kagumi adalah laksamana malahayati beliau sosok perempuan yang sangat berani dengan pertempuran yang akan ia hadapi.
ReplyDeleteIya, tugas menjaga negara bukan saja tugas laki-laki, tetapi perempuan pun memiliki tugas menjaga negara tercinta
DeleteNah kalau ini Laksamana Malahayati dan Cut Nyak Dien aku tahu. Hebat ya, perjuangan mereka. Lebih seru lagi kalau dibuat infografik mba, perjalanan perjuangannya membela negara.
ReplyDeleteTerimakasih mbak Dwi atas ide infografiknya
DeleteKisah para perkasa perempuan bangsa ini memberikan semangat untuk para pembaca agar dapat mempertahankan persatuan NKRI ini. Selain itu, artikel ini dapat memberikan motivasi juga pembelajaran tiap tiap orang yang kurang memahami arti perjuangan mempertahankan bangsa ini di serbuan asing. dengan ini kita dapat meningkatkan motivasi belajar kita agar dapat membantu mempertahankan negeri ini dari serbuan asing dengan edukasi yang kita miliki.
ReplyDeleteMerinding sekali saya membacanya,ternyata memang benar di jaman dahulu, bukan seorang pria saja yang berjuang, tetapi perempuan pun banyak yang berjuang dalam mempertahankan bangsa ini, dan saya sangat kagum sekali kepada laksamana malahayati beliau sosok perempuan yang sangat berani dengan pertempuran yang akan ia hadapi. I like it
ReplyDeletewah seru banget mengenal perempuan perkasa aceh dan saya baru tau. wkwkw. So sweet banget yang cerita Pocut Fatimah. Masyaallah meninggal bareng suami, seru ya mengenal sejarah begini padahal dulu sekolah enggak suka pelajaran sejarah, wkkw.
ReplyDeleteUnknown berkata...
ReplyDeleteKadang suka sedih dengan tingkah laku dan sifat manusia zaman sekarang, banyak diantara mereka yang ingin hidup jauh dari banjir ,atau bencana lainnya , meminta pemimpin yang bisa membantu mereka keluar dari zona itu, tapi nyatanya gak sedikit dari mereka yang masih tidak menyayangi lingkungan, tidak peduli alam ,melakukan seenaknya saja, contohnya membuang sampah sembarangan ,kadang suka gemes sama orang yang begini ,karna 1 orang kali 1 aja udah berpengaruh untuk lingkungan ,bagaimana kalau ada jutaan manusia yang setiap harinya membuang 1 sampah ,bisa" semua bencana tak akan bisa teratasi ,yg paling utama adalah tingkat kesadaran itu sendiri