INDONESIA, MANAKAH YANG PALING INGIN DICAPAI, PERTUMBUHAN EKONOMI ATAU PEMERATAAN EKONOMI?

Oleh Evalina Darlin, S.E., M.M.

         Isti Nuraeni

.

Pertumbuhan Ekonomi atau Pemerataan Ekonomi? Dua hal ini menjadi pilihan dalam prioritas penetapan kebijakan ekonomi pemerintah di Indonesia khususnya.  Hal ini mengingat betapa rakyat Indonesia hidup di wilayah yang luas, dari Sabang sampai Merauke yang tentunya dalam prakteknya banyak hal yang harus dipertimbangkan, baik dalam mendorong pertumbuhan ekonomi maupun dalam pemerataan ekonomi.

Sebelum kita bahas lebih jauh tentang kedua hal tersebut, marilah kita cari tahu apakah pengertiannya....

Pengertian pertumbuhan Ekonomi menurut Wikipedia adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. 

Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.

Pemerataan Ekonomi  merupakan amanah Pembukaan UUD 1945 yang memberi pesan mewujudkan kesejahteraan umum secara adil dan merata.

Pemerataan Ekonomi menurut Ali Rama, Sekjen ISEFID (Islamic Economic Forum for Indonesia Development) merupakan penyebaran aktivitas perekonomian atau penyebaran pertumbuhan ekonomi.

Pertumbuhan PDB Indonesia dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2015 dalam milyar US $ adalah : 755,1; 893,0; 917,9; 910,5 dan 888,5;
Sedangkan persentase perubahan PDB dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2015 (%):  6.2; 6.0; 5.6; 5.0 dan 47,9
Data pertumbuhan PDB perkapita Indonesia dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2015 dalam US $  adalah: 3,125; 3,648; 3,701; 3,624; 3,492 dan 3,377.1

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa dari tahun 2010 sampai dengan 2012, PDB Indonesia mengalami kenaikan sampai dengan US $ 917,9 milyar, kemudian terus menurun sampai dengan tahun 2015 sebesar US $ 888,5 Milyar dengan persentase pertumbuhan Indonesia terendah tahu 2015 sebesar 47,9% dengan PDB perkapita tahun 2015 yang juga mencapai angka ke 2 terendah setelah PDB per kapita tahun 2010 sebesar US $ 3,377.1.

Sebagai negara dengan jumlah penduduk besar (254,9 juta jiwa) dan kehidupan rakyat masih diselimuti kemiskinan (11,22% atau sebanyak 28,59 juta jiwa), sedangkan Koefisien Gini ratio dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2015 adalah 0,38; 0,41, 0,41; 0,41; 0,41; dan 0,40

Untuk jelasnya pengertian Gini Ratio adalah ukuran ketidak merataan atau ketimpangan agregat (secara keseluruhan) yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan yang sempurna).

Data diatas memperlihatkan pemerataan ekonomi yang meupakan amanah Pembukaan UUD 1945 masih jauh dari harapan, dilihat dari angka Gini Ratio yang sebesar 0,40 atau ketimpangan mencapai angka 40%, yang artinya pada satu sisi, pencapaian pertumbuhan mampu mengurangi tingkat kemiskinan dan memperbesar jumlah kelas menengah. Namun, pada sisi lain juga mempelebar ketimpangan ekonomi; jurang antara kelas kaya, menengah dan miskin makin lebar.

Hal ini diperkuat dari data Bank Dunia,  manfaat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih dinikmati oleh 20% masyarakat terkaya. Sementara sekitar 80% penduduk– sekitar  204 juta orang– merasa tertinggal. 

Pencapaian pendapatan domestik bruto (PDB) yang tinggi ternyata masih tak mampu menangkap dan menggambarkan berbagai fenomena penting bagi kualitas hidup rakyat. Tak heran jika saat sebagian kalangan bangga dengan prestasi pertumbuhan PDB yang kita capai, mayoritas rakyat justru kurang merasakan ada perbaikan.

Memperbaiki ketimpangan ekonomi tidak bisa dikesampingkan bersamaan dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, perbaikan kualitas pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat menekan ketimpangan yang semakin melebar. Survei persepsi masyarakat pada 2014 yang dilakukan Bank Dunia menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia menilai distribusi pendapatan di Indonesia ”sangat tidak setara” atau ”tidak setara sama sekali”.

Di samping itu, 47% responden juga menganggap isu ketimpangan kesejahteraan ini sangat penting untuk ditangani pemerintah dan 41% menganggap cukup penting. Ketika responden diminta memilih antara mendorong pertumbuhan ekonomi atau ketimpangan, lebih 50% bahkan menjawab memilih mengurangi ketimpangan. 

Ketimpangan ekonomi harus menjadi agenda perekonomian seiring upaya pemerintah memperbaiki kualitas pertumbuhan ekonomi. Pencapaian pertumbuhan yang tinggi tanpa dibarengi kualitas distribusi pendapatan justru dapat menimbulkan perlambatan pertumbuhan dan peningkatan risiko konflik sosial. Berdasarkan riset yang dilakukan Bank Dunia, saat total pendapatan kelompok 20% orang kaya naik 5%, pertumbuhan ekonomi malah melambat 0,4%.

Sebaliknya, ketika pendapatan kelompok 20% orang miskin naik 5%, ekonomi tumbuh 1,9%. Sedangkan negara dengan tingkat ketimpangan kesejahteraan yang tinggi berpotensi mengalami konflik 1,6 kali lebih besar. Hal itu karena ada perbedaan pendapatan dan pelayanan antara satu daerah dan daerah lain.

Dalam jangka panjang kondisi tersebut juga akan menggerus perekonomian. Ketimpangan ekonomi juga dialami banyak negara termasuk negara maju. Namun, ketimpangan ekonomi di Indonesia cenderung melaju lebih cepat. Hal ini menjadi tantangan serius bagi pemerintah dalam upaya memperbaiki distribusi pendapatan antarpenduduk. Ketimpangan ekonomi yang terjadi dalam perekonomian tidak dapat dilepaskan dari kondisi struktural ekonomi yang masih timpang. 

Untuk mencegah semakin melebarnya ketimpangan kesejahteraan, pemerintah memiliki sejumlah instrumen baik moneter maupun fiskal. Dari sisi moneter, pemerintah harus menciptakan stabilitas ekonomi dalam jangka panjang. Gejolak ekonomi yang mendorong kenaikan inflasi dan gejolak nilai tukar sangat dirasakan dampaknya bagi kelompok miskin. Bila inflasi naik dan nilai tukar rupiah jatuh, mereka yang sebelumnya masuk kelompok hampir miskin langsung masuk dalam kategori miskin. 

Akses kelompok miskin terhadap lembaga keuangan selama ini juga rendah, di samping akses terhadap pembiayaan juga kurang mendukung akibat suku bunga yang tinggi. Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dimaksudkan untuk mendorong akses usaha kecil bahkan masih memiliki suku bunga yang masih tinggi. 

Salah satu cara bagi pemerintah dalam menanggulangi ketimpangan yang ada adalah dengan pemberdayaan masyarakat, terutama masyarakat kelas miskin dan menengah.  Memberikan dukungan kepada Usaha Kecil Menengan (UKM).  Dukungan yang dibutuhkan oleh UKM - UKM tersebut bukan hanya dukungan permodalan, tetapi juga dukungan pengelolaan manajemen.

Dukungan permodalan, meliputi pinjaman dengan tingkat pengembalian yang sesuai dengan kemampuan UKM tersebut.  Dukungan pengelolaan manajemen, berupa pelatihan maupun konsultasi yang rutin, sehingga diharapkan UKM- UKM tersebut diharapkan bisa berkembang menjadi usaha yang besar, tidak selamanya berada dalam level kecil dan menengah.  Bisa dilihat dari kejadian krisis ekonomi tahun 1998, bahwa pengusaha yang relatif bisa bertahan adalah pengusaha-pengusaha kecil dan menengah.  Jadi salah satu solusi permasalahan ketimpangan ekonomi adalah pemberdayaan masyarakat, melalui pemberdayaan UKM-UKM.


Sumber :

http://www.kompasiana.com/mafia-gombak/pemerataan-ekonomi_5500285ca33311c56f510116
https://id.wikipedia.org/wiki/Pertumbuhan_ekonomi
http://www.rappler.com/indonesia/121425-pertumbuhan-ekonomi-indonesia-2015
http://www.indonesia-investments.com/id/keuangan/angka-ekonomi-makro/produk-domestik-bruto-indonesia/item253?
http://koran-sindo.com/news.php?r=1&n=1&date=2016-03-02, Aunur Rofiq
http://news.fimadani.com/read/2015/11/21/data-bps-2015-sebut-jumlah-laki-laki-di-indonesia-lebih-banyak-dari-perempuan/
http://lesprivate-statistik.com/index.php/berita/295-gini-ratio-teori