Bangkrutnya bisnis kuliner kami
Kesedihan dan kekecewaan Sumber: Nathan Cowley, pexels.com |
Semakin lama, peningkatan harga semakin menggila, semua dana yang kami miliki tersedot ke dalam bisnis ini, bahkan dana pendidikan anak-anak juga tersedot ke dalamnya! Saya juga semakin tenggelam dalam bisnis yang cenderung terjun bebas! Kegiatan belajar anak-anak makin tidak terawasi! Oh, tidak, semua harus dihentikan! Setelah kami perhitungkan baik-baik, maka kami putuskan untuk menghentikan bisnis ini, apapun konsekwensinya. Kami bangkrut, dengan tanggungan hutang bank, Astaghfirullahal Adzim.
Tepat setelah libur lebaran tahun 2016, kami
putuskan untuk tidak membuka kembali rumah makan yang telah kami rintis!
Tetapi, ternyata tetangga yang juga pelanggan ‘Dunsanak’, jika bertemu, akan
bertanya kapan kami akan buka rumah makan ‘Dunsanak’ kembali. Rasanya sedih, menyilet-nyilet hati,
jangankan menjawab pertanyaan mereka, kami pun sedih atas ketidak kemampuan
mengoperasikan rumah makan kembali!
Membangun mental dan spiritual kembali, serta keyakinan pada kasih sayang Allah!
Sejak saat itu kami putuskan untuk tidak
keluar rumah, bingung, sedih, kecewa, sedikit putus asa. Bagaimana membayar hutang bank yang cukup
banyak itu? Sedangkan uang tersisa untuk
beberapa hari? Hmm… mungkin jika kami
tak memiliki keimanan, bunuh diri adalah salah satu pilihan. Alhamdulillah Allah masih menuntun dan
menjaga kami, untuk tidak melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama! Hampir
setiap hari, siang dan malam kami hidupkan siaran radio Islam yang menyiarkan
lantunan ayat Al Qur’an, ceramah agama, dan apapun yang bermanfaat bagi kekuatan
mental dan spiritual kami.
Memohon petunjuk dan kedamaian kepada Allah Sumber: pixabay.com |
Kadangkala kami terbangun dan termangu di
tengah malam, khawatir dengan masa depan anak-anak karena tidak ada lagi uang
yang tersedia, bingung dengan hari esok.
Apa yang kami makan, bagaimana dengan biaya pendidikan anak-anak, masa’
mereka harus putus sekolah, apa yang harus kami lakukan, dan rentetan kekacauan
pikiran lain yang membayang.
Alhamdulillah saat itu, kami mendengarkan ceramah agama yang menentramkan hati dari radio Islam yang melakukan siaran tiada henti. Siaran radio tersebutlah yang menemani di masa-masa terburuk kami. Lewat siaran radio tersebut, seolah Allah membisikkan pada kami, jangan khawatir dengan masa depan, ada Allah! Jangan khawatir dengan rezeki, mintalah kepada Allah! Terus bangkit, terus beribadah, dekat, makin dekatlah kepada Allah!
Bergegas kami berdua shalat Tahajud, memohon petunjuk kepada Allah, serta shalat Hajat, meminta rezeki kepada Allah, karena hanya Allah lah, tempat meminta dan memohon petunjuk! Di kala saat Dhuha, kami pun menunaikan shalat Dhuha, diusahakan sebanyak 12 rakaat setiap hari. Itulah shalat sunnah yang kami tunaikan selain shalat wajib, dan shalat sunnah yang menyertainya. Rangkaian do’a kami lontarkan, rentetan harapan kami rajut, seiring ibadah yang kami tunaikan.
Menunaikan shalat Tahajud di dini hari Sumber: pixabay.com |
Seminggu berdiam di rumah, suatu pagi pukul 11,
Hp saya bordering. Aduh, siapa ya yang
menelpon? terbersit tanya dalam hati.
Segera
saya jawab telepon tersebut,”Halo, ada yang bisa dibantu?”
“Eva, ini papanya… (sahabat saya yang berdiam
di Sydney). Om ingin mampir ke rumah
makan Eva. Om lagi di Pondok Kelapa,
nih.”
Ternyata itu adalah telepon dari papa seorang
sahabat SMA yang tinggal di Sydney, Australia dan belaiu saat itu tinggal di
Bogor!
Aduh, bingung jawabnya, tidak tega
mengecewakan orang tua, apalagi beliau dari Bogor… Tetapi, kan, teleponnya
harus segera dijawab?
“Aduh om, maaf, rumah makan Eva lagi tutup,
maaf ya, Om?” Tidak enak hati saya
menjawabnya, bukankah rumah makannya memang sudah ‘tutup’.
“Ya, sudah, nggak apa-apa, Om suka sekali
dengan gulai tunjangnya (buatan) Eva, lho!” balas beliau kembali.
“Terrimakasih Om, maaf ya, om,” jawab saya
kembali.
“Oke, terimakasih ya Eva,” jawab beliau ramah.
“Sama-sama, Om,” jawab saya dengan sedih.
Tidak enak hati telah tidak jujur dengan
papanya, saya pun mengirim pesan ke nomor What’s App sahabat SMA tersebut yang
menyatakan bahwa papanya telah menelepon.
Dalam pesan tersebut, saya juga menjelaskan bahwa rumah makan saya telah
tutup, karena bangkrut, hal yang tidak bisa saya sampaikan kepada papanya.
Buntut dari peristiwa tersebut, Alhamdulillah
sahabat saya memesan rending, dendeng garing balado, dan gulai tunjang, yang
dipesan dalam kg untuk papanya, Alhamdulillah.
Allah memberikan hikmah peristiwa papa sahabat tersebut kepada kami,
Alhamdulillah, Allah menunjukkan kasih sayang-Nya kepada kami.
Saat ini bertahan hidup merupakan pilihan
kami. dengan mencoba membuat snackyang akan dijual anak-anak kami ke teman-teman mereka di sekolahnya. Snack
berupa roti goreng isi keju, tahu isi bakso dan berbagai macam snack sea food. Selain dibawa oleh anak-anak, saya pun
menitipkan snack dan keripik singkong
ke kantin di kantor saya. Memang tidak
besar, sih, yang didapat, tetapi Alhamdulillah cukup buat uang jajan anak-anak
yang saat ini bersekolah di SMA dan SMP.
Anak-anak cukup bersemangat menjual snack
buatan kami. Berbagai trik mereka
lakukan, seperti Rahmi menyuruh teman di kelas lain untuk menjualkan snack-nya, kalau Aulia dan Zikri
menjualkan langsung snack tersebut ke
teman-teman mereka. Mereka jadi mengetahui
‘selera pasar’, snack mana yang lebih
disukai teman-teman mereka.
Bergulirnya waktu, saya pun dipercaya kembali
untuk mengajar mata kuliah Kewirausahaan di Politeknik. Ya, saya harus
mengajar, karena terdaftar sebagai salah satu dosen penerima sertifikasi dosen
(serdos) mulai awal tahun 2016!
Disini Allah menunjukkan kasih sayangnya,
bahwa rezeki bisa berasal dari mana saja!
Dengan terdaftarnya sebagai seorang dosen penerima serdos, maka saya
berhak atas sejumlah honor yang akan diterima.
Persyaratan penerima honor serdos, dosen telah menyelesaikan dan
melaporkan kegiatan yang terkait dengan pendidikan, penelitian, dan pengabdian
masyarakat.
Selain itu, kami pun mengurus beasiswa KJP
(Kartu Jakarta Pintar), sebenarnya Zikri telah menginformasikan untuk
pengurusan KJP pada kami, saat kami masih membuka rumah makan. Namun, saat itu kami tidak mengurusnya,
karena kami masih sanggup membiayai sendiri pendidikan anak-anak kami. Tetapi, kenyataan berubah 180 derajat, mau
tidak mau kami pun menmgurus beasiswa tersebut.
Alasan lain kami mau mengurus KJP pada tahun
2017, karena adanya pergantian sistem pemberian beasiswa yang tadinya kurang
manusiawi, sekarang menjadi lebih manusiawi.
Kurang manusiawi, karena penerima KJP cenderung dicurigai dan harus
antri berpanas-panas. Namun, sekarang
penerima KJP hanya perlu bertransaksi lewat ATM (Anjungan Tunai Mandiri),
terlebih untuk KJP plus memberikan fasilitas bagi penerima beasiswa lebih
banyak lagi, Alhamdulillah. Terimakasih
pak gubernur!
Fokus pada pendidikan dan prestasi anak
Hikmah dari kebangkrutan bisnis kami, masa-masa
ini merupakan masa saya dan suami lebih memperhatikan prestasi anak-anak. Hal
yang harus diperhatikan, terutama Aulia dan Zikri yang sudah lebih bebas
bermain game online.
Saat ini, saya lebih mendidik mereka untuk
lebih rajin belajar, dan mereka hanya diperkenankan main game online di komputer di rumah saja dan pada jam-jam tertentu
saja. Komputer pun diletakkan di tempat
yang strategis di rumah. Hal ini agar
monitornya bisa dilihat oleh semua orang yang lewat di rumah, agar Aulia dan
Zikri hanya melihat tayangan yang diizinkan untuk melihatnya.
Perlahan Aulia dan Zikri mulai memperlihatkan
tanggung jawab untuk belajar dan mencapai cita-cita mereka. Aulia bercita-cita menjadi Tentara Nasional
Indonesia (TNI) AD, cita-cita yang tak tergantikan sejak ia berusia 4 tahun! Sedangkan Zikri bercita-cita menjadi ahli
komputer, ia memang senang IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) dan kuat di mata
pelajaran Matematika. Kalau Rahmi, sejak
SMP sangat tergila-gila dengan KPop, grup band Korea yang sedang ngetop saat itu, memilih ingin kuliah di
jurusan Bahasa Korea, dan harus di Ui (Universitas Indonesia)!
Saya mengajarkan mereka membuat peta impian,
yang berisi cita-cita dan mimpi mereka di sebuah karton yang ditempelkan di
dinding. Waktu bergulir, baik Rahmi,
Aulia, maupun Zikri, memilih Paskibra (Pasukan Pengkibar Bendera) sebagai kegiatan ekstrakuler ketika mereka SMA. Rahmi
menjadi mentor Paskibra, Aulia pernah berhasil lulus test Paskibra tingkat
kecamatan, sedangkan Zikri meneruskan keinginan kakak-kakaknya untuk menjadi
Paskibraka (Pasukan Pengkibar Bendera Pusaka).
Ekstrakuler ini bagi kami, baik untuk
kedisiplinan mereka. Kami tak pernah
menyuruh mereka, tetapi membiarkan mereka memilih sesuai dengan keinginan
mereka masing-masing. Kami hanya
mendo’akan keberhasilan dan kesuksesan mereka di bawah lindungan dan keberkahan
Allah, Aamiin Yaa Rab.